JURNAL GIZI DAN KESEHATAN https://jurnalgizi.unw.ac.id/index.php/JGK <p>&nbsp;</p> <table border="1"> <tbody> <tr> <td bgcolor="silver"><strong>Jurnal Gizi dan Kesehatan (JGK)</strong> registered with a number <strong>ISSN: 1978-0346 (Print)</strong> and <strong>ISSN: 2580-3751 (Online)</strong>. Jurnal Gizi dan Kesehatan, abbreviated as JGK, is a journal that contains original articles (research), case reports, bibliography summaries, and other writings that are related to the health sector. JGK accepts articles in Indonesian and English. The Indonesian language used is good and correct Indonesian based on the General Guidelines for Improved Indonesian Spelling and the General Guidelines for the formation of Terms. The English language used uses the rules of the English language</td> </tr> </tbody> </table> <p>&nbsp;</p> <p><strong>Jurnal Gizi dan Kesehatan (JGK) has been indexed/registered/mentioned in&nbsp; :&nbsp;</strong></p> <p><a href="https://sinta.kemdikbud.go.id/journals/profile/6592" target="_blank" rel="noopener"><img src="/public/site/images/admin/sinta1.png"></a></p> en-US [email protected] (Sugeng Maryanto) [email protected] (Eko Nur Hermansyah) Fri, 31 Jan 2025 00:00:00 +0000 OJS 3.3.0.13 http://blogs.law.harvard.edu/tech/rss 60 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemilihan Pola Pemberian ASI di Bidan Praktik Mandiri Desa Ketanireng Kecamatan Prigen Kabupaten Pasuruan https://jurnalgizi.unw.ac.id/index.php/JGK/article/view/566 <p><em>Exclusive breastfeeding in East Java shows that 40.05% of babies receive exclusive breastfeeding of 12.01%, partial breastfeeding and 1.45% predominant. The picture of exclusive breastfeeding coverage in Ketanireng Village Independent Practice midwives is also still low, at 11%. The purpose of this study was to determine whether family support, maternal motivation, early breastfeeding, economic status, working status, absence of family support are factors that influence the pattern of exclusive breastfeeding. To find out whether the support of health workers is a factor that influences predominant breastfeeding patterns. And to find out whether the support of family and the surrounding environment, the mother's attitude is a factor that influences the pattern of partial breastfeeding for infants in the Independent Midwife Practice of Ketanireng Village, Prigen District, Pasuruan Regency. This study used a qualitative descriptive approach. A sample of 10 main informants and 3 key informants were determined using the purposive sampling method using a data collection method in the form of Focus Group Disscussion (FGD). The results showed that there were driving and inhibiting factors in the selection of breastfeeding patterns in the independent practice midwives of Ketanireng Village. Driving factors for exclusive breastfeeding include: 1) Family Support 2). Mother's motivation. While the inhibiting factors of exclusive breastfeeding are: 1). Early MP-ASI 2). Economic Status 3) Working Status 4). The absence of family support. Driving factors in predominant breastfeeding include: 1) Health Worker Support. And the driving factors for partial breastfeeding include: 1) Family and Environmental Support 2) Mother's Attitude.</em></p> <p> </p> <p><strong>ABSTRAK</strong></p> <p>Pemberian ASI eksklusif di Jawa Timur menunjukkan 40,05% bayi mendapat ASI Eksklusif sebesar 12,01%, ASI parsial dan 1,45% predominan. Gambaran cakupan ASI eksklusif pada bidan Praktik Mandiri Desa Ketanireng juga masih rendah, yaitu 11%. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui ada tidaknya dukungan keluarga, motivasi ibu, MP-ASI dini, status ekonomi, status bekerja, tidak adanya dukungan keluarga merupakan faktor yang mempengaruhi pola pemberian ASI eksklusif. Untuk mengetahui apakah dukungan tenaga kesehatan merupakan merupakan faktor yang mempengaruhi pola pemberian ASI predominan. Dan untuk mengetahui apakah dukungan keluarga dan lingkungan sekitar, sikap ibu merupakan faktor yang mempengaruhi pola pemberian ASI parsial pada bayi di Bidan Praktik Mandiri Desa Ketanireng Kecamatan Prigen Kabupaten Pasuruan Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif. Sampel sejumlah 10 informan utama dan 3 informan kunci yang ditentukan menggunakan metode <em>purposive sampling</em> dengan menggunakan metode pengumpulan data berupa <em>Focus Group Disscussion</em> (FGD). Hasil penelitian menunjukkan adanya faktor pendorong dan faktor penghambat. Faktor pendorong pada pemberian ASI eksklusif yaitu : Dukungan Keluarga dan Motivasi Ibu. Sedangkan faktor penghambat pemberian ASI secara eksklusif yaitu : MP-ASI Dini, Status Ekonomi, Status Bekerja, dan Tidak adanya dukungan keluarga. Faktor pendorong pada pemberian ASI predominan yaitu : Dukungan Tenaga Kesehatan. Dan Faktor pendorong pada pemberian ASI parsial yaitu : Dukungan Keluarga dan Lingkungan serta sikap Ibu.</p> Nanda Salsabila Fatihatur Rizqy, Siti Sulandjari, Rahayu Dewi Soeyono, Cleonara Yanuar Dini Copyright (c) 2025 JURNAL GIZI DAN KESEHATAN https://jurnalgizi.unw.ac.id/index.php/JGK/article/view/566 Wed, 29 Jan 2025 00:00:00 +0000 Hubungan Paparan Literasi Digital Kesehatan terhadap Pengetahuan, Sikap, dan Praktik Pemenuhan Gizi Seimbang dalam Menu Harian (Studi pada Pegawai Kantor Poltekkes Kemenkes Yogyakarta) https://jurnalgizi.unw.ac.id/index.php/JGK/article/view/587 <p><em>Non-communicable diseases (NCDs) are the main cause of disease burden. The increase in the prevalence of non-communicable diseases in Indonesia, especially catastrophic ones, has resulted in the Special Region of Yogyakarta being among the top 10 provinces with the most NCDs in Indonesia. Sleman is one of the regions in Yogyakarta that has a high prevalence. One of the efforts to reduce the prevalence of NCDs is community literacy towards health. The purpose of this study was to determine the relationship between the level of digital literacy of the fulfillment of balanced nutrition with the level of knowledge, attitudes, and practices (PSP) of fulfilling balanced nutrition. Methods: descriptive crosssectional with survey instruments using gform questionnaires sent to respondents. The sampling technique was not randomized quota sampling based on the order of the name of the telephone number of the Yogyakarta Poltekkes Kemenkes employees and took a minimum sample size of 30 respondents. The results showed that the level of health digital literacy regarding the fulfillment of balanced nutrition of most respondents was good (83.3%), for the level of knowledge most were in the moderate category by 86.7%, while for the level of attitude most were in the supportive category by 53.3%, and for the level of practice most were in the good category by 90%. The results of the correlation test between the level of health digital literacy about fulfilling balanced nutrition with the level of knowledge, attitudes, and behavior showed no relationship because p&gt; 0.05. This shows that </em></p> <p> </p> <p><strong>ABSTRAK</strong></p> <p>Penyakit Tidak Menular (PTM) menjadi penyebab utama dari beban penyakit. Peningkatan prevalensi penyakit tidak menular di Indonesia khususnya katastropik di Daerah Istimewa Yogyakarta masuk dalam 10 provinsi dengan PTM terbanyak di Indonesia. Sleman merupakan salah satu wilayah DIY yang memiliki prevalensi tinggi. Salah satu upaya untuk menurunkan prevalensi PTM yaitu literasi masyarakat terhadap kesehatan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara tingkat literasi digital pemenuhan gizi seimbang dengan tingkat pengetahun, sikap, dan praktik (PSP) pemenuhan gizi seimbang. Metode : deskriptif <em>crosssectional </em>dengan instrumen survei menggunakan kuesioner gform yang dikirim ke responden. Teknik sampling tidak acak <em>quota sampling</em> berdasarkan keterwakilan karakteristik pekerjaan pegawai Poltekkes Kemenkes Yogyakarta dan mengambil minimum jumlah sampel responden sebanyak 30 orang<em>. </em>Hasil menunjukkan bahwa tingkat literasi digital kesehatan tentang pemenuhan gizi seimbang sebagian besar responden baik (83,3%), untuk tingkat pengetahuan sebagian besar pada kategori sedang sebesar 86,7%, sedangkan untuk tingkat sikap sebagian besar pada kategori mendukung sebesar 53,3%, dan untuk tingkat praktik sebagian besar pada kategori baik sebesar 90%. Hasil uji korelasi hubungan antara tingkat literasi digital kesehatan tentang pemenuhan gizi seimbang dengan tingkat pengetahuan, sikap, dan perilaku menunjukkan hasil tidak ada hubungan karena p&gt; 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara tingkat literasi digital kesehatan dengan tingkat pengetahuan, sikap, dan praktik pemenuhan gizi seimbang pada pegawai Poltekkes Kemenkes Yogyakarta.</p> Diana Andriyani Pratamawati, Sunarti, Dyah Suryani Copyright (c) 2025 JURNAL GIZI DAN KESEHATAN https://jurnalgizi.unw.ac.id/index.php/JGK/article/view/587 Wed, 29 Jan 2025 00:00:00 +0000 Hubungan Ketidakpuasan Tubuh dan Gangguan Makan dengan Status Gizi Mahasiswa https://jurnalgizi.unw.ac.id/index.php/JGK/article/view/599 <p><em>Nutritional status is condition of body as a result of the use</em><em> and absorption of food. National</em><em> prevalence of nutritional status </em><em>was underweight 9</em><em>,3%, normal 55</em><em>,3%, overweight 13</em><em>,6% and obes</em><em>e 21</em><em>,8%. Body dissatisfaction plays a role in development of eating disorders. Eating disorders are characterized by changes in</em><em> poor eating behavior, negative perceptions about body shape and inappropriate weight management. Aim</em><em> of this study was to analyze relationship between body dissatisfaction and eating disorders </em><em>with nutritional status of </em><em>college students. </em><em>Design used </em><em>was cross sectional. Sample</em><em> in this study was 117 </em><em>college students at Kusuma Husada University, Surakarta</em><em> taken using purposive sampling technique. Body dissatisfaction was measured using contour drawing rate scale (CDRS), eating disorders using 26-item eating attitude test (EAT-26) and nutritional status using body mass index (BMI). Data analysis used chi square and Fisher's exact tests. Results</em><em> of analysis showed that most respondents felt dissatisfied with bodies (90</em><em>,6%). Most respondents were not at risk of eating disorders (7</em><em>,5%). Most respondents had normal nutritional status (54</em><em>,7%). There</em><em> was no relationship between body dissatisfaction and nutritional status (p=0</em><em>,752). </em><em>Although, there </em><em>was</em><em> relationship between eating disorders and nutritional status (p=0</em><em>,037). </em><em>Conclusion</em><em> in this study </em><em>was that there </em><em>was relationship between eating disorders and nutritional status</em><em>, however there </em><em>was no relationship between body dissatisfaction and the nutritional status of </em><em>college</em><em> students.</em></p> <p> </p> <p><strong>ABSTRAK</strong></p> <p>Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat dari pemakaian, penyerapan, dan penggunaan makanan. Prevalensi status gizi secara nasional adalah kurus 9,3%, normal 55,3%, berat badan lebih 13,6% dan obesitas 21,8%. Ketidakpuasan tubuh memiliki peran dalam perkembangan gangguan makan. Gangguan makan ditandai dengan perubahan perilaku makan menjadi kurang baik, persepsi negatif tentang bentuk tubuh dan pengaturan berat badan yang kurang tepat. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis hubungan ketidakpuasan tubuh dan gangguan makan dengan status gizi mahasiswa. Desain yang digunakan adalah <em>cross sectional</em>. Sampel pada penelitian ini sebanyak 117 mahasiswa di Universitas Kusuma Husada Surakarta yang diambil dengan teknik <em>quota sampling</em>. Ketidakpuasaan tubuh diukur dengan <em>contour drawing rate scale</em> (CDRS), gangguan makan dengan <em>eating attitude test</em> 26 item (EAT-26) dan status gizi dengan indeks massa tubuh (IMT). Analisis data menggunakan uji <em>chi square</em>. Hasil analisis menunjukkan sebagian responden merasa tidak puas dengan tubuhnya (90,6%). Sebagian besar reponden tidak berisiko mengalami gangguan makan (73,5%). Sebagian besar responden memiliki status gizi normal (54,7%). Tidak ada hubungan ketidakpuasan tubuh dengan status gizi mahasiswa (<em>p</em>=0,752). Ada hubungan gangguan makan dengan status gizi mahasiswa (<em>p</em>=0,037). Kesimpulan dalam penelitian ini adalah ada hubungan gangguan makan dengan status gizi namun tidak ada hubungan ketidakpuasan tubuh dengan status gizi mahasiswa.</p> Dyah Ayu Kusuma Wardani, Dewi Kusumawati, Budi Prasetyo Copyright (c) 2025 JURNAL GIZI DAN KESEHATAN https://jurnalgizi.unw.ac.id/index.php/JGK/article/view/599 Wed, 29 Jan 2025 00:00:00 +0000 Daya Terima Bakpia dengan Penambahan Tepung Pati Ganyong dan Tepung Ikan Lele Sebagai Snack Tinggi Energi Tinggi Protein untuk Remaja https://jurnalgizi.unw.ac.id/index.php/JGK/article/view/592 <p><em>Chronic Energy Deficiency is a condition of nutritional problems that occurs due to an imbalance in energy and protein intake over a long period of time. Teenagers need good nutritional intake to meet their needs. Unfulfilled nutritional intake will cause nutritional problems. Efforts to provide adolescents with nutritious food can be done by providing distractions that are high in energy and high in protein. To find out the formulation, acceptability and analysis of macro nutrients (carbohydrates and protein). This research method is an experiment with a non-factorial Completely Randomized Design (CRD) with organoleptic tests on 30 untrained panelists. Furthermore, a nutritional content test was carried out using proximate analysis. The energy content of bakpia canna starch flour and catfish flour per is 391.06 Kcal, protein 9.21%, fat 17.02%, carbohydrates 50.26% in 100 g bakpia. Based on the Kruskal wallis test, there was a significant influence between the acceptability of bakpia with canna starch flour and catfish flour on taste and aftertaste. The results of the research show that bakpia canna starch flour and catfish flour can be used as an alternative high-energy, high-protein snack.</em></p> <p> </p> <p><strong>ABSTRAK</strong></p> <p>Kekurangan Energi Kronis merupakan suatu kondisi masalah gizi yang terjadi akibat adanya ketidakseimbangan asupan energi dan protein dalam jangka waktu yang lama. Remaja membutuhkan asupan gizi yang baik untuk memenuhi kebutuhannya. Asupan gizi yang tidak terpenuhi akan menyebabkan masalah gizi Upaya pemenuhan makanan bergizi pada remaja dapat dilakukan dengan pemberian selingan yang tinggi energi dan tinggi protein. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui formulasi bakpia, daya terima serta analisis zat gizi makro (Karbohidrat dan protein). Metode penelitian ini adalah eskperimen dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL) non factorial dengan uji organoleptik pada panelis tidak terlatih sebanyak 30 orang. Penentuan nilai gizi menggunakan analisis proksimat. Formula bakpia tepung pati ganyong dan tepung ikan lele yang terpilih adalah F1 (70:30). Kandungan energi bakpia tepung pati ganyong dan tepung ikan lele per 100 gram yaitu 391,06 Kkal, protein 9,21 %, lemak 17,02 %, karbohidrat 50,26 %.. Berdasarkan uji <em>Kruskal wallis</em> terdapat pengaruh yang signifikan antara daya terima bakpia tepung pati ganyong dan tepung ikan lele dengan Rasa dan <em>Aftertaste</em>. Hasil penelitian menunjukkan bakpia tepung pati ganyong dan tepung ikan lele ini bisa digunakan sebagai alternatif selingan tinggi energi tinggi protein.</p> <p><strong> </strong></p> Gusti Madya Nurhafifa, Imelda Telisa, Muzakar Muzakar Copyright (c) 2025 JURNAL GIZI DAN KESEHATAN https://jurnalgizi.unw.ac.id/index.php/JGK/article/view/592 Wed, 29 Jan 2025 00:00:00 +0000 Kadar MDA (Malondialdehyde) dan Aktivitas SOD (Superoxide Dismutase) pada Tikus Defisiensi Vitamin D dan Kalsium https://jurnalgizi.unw.ac.id/index.php/JGK/article/view/732 <p><em>Vitamin D and calcium deficiencies are often associated with increased oxidative stress. Oxidative stress conditions can cause cell damage and metabolic stress and induce degenerative diseases. Several parameters that are often used to measure oxidative stress are MDA (malondialdehyde) and SOD (superoxide dismutase) which can be found in blood or body tissue. This study aims to determine MDA levels and SOD activity in the livers of mice with vitamin D and calcium deficiency. This research used a pre-experimental design with a static group comparison design. A total of 12 male Wistar white rats (Rattus novergicus) were divided into two groups. The first group (K+) is a healthy control group without any treatment and the second group (K-) is a deficiency group given feed without vitamin D and calcium content (Modified AIN-93M (vitamin D and calcium depleted)). After 14 days of treatment, the MDA levels and SOD activity in the liver tissue were seen. MDA levels were measured using TBARS (Thiobarbituric Acid Reactive Substances) and SOD activity was measured using the Superoxide Dismutase (SOD) Activity Assay Kit. The results showed that MDA levels in the deficiency group (K-) were higher than in the control group (p&lt;0.001) and SOD activity was lower than in the control group (p&lt;0.001). MDA levels were higher and SOD activity was lower in the group of deficient mice (K-) compared to the group of healthy control mice (K+). Vitamin D and calcium deficiency conditions increase oxidative stress conditions in the liver of rat.</em></p> <p> </p> <p><strong>ABSTRAK</strong></p> <p>Defisiensi vitamin D dan kalsium sering dihubungkan dengan peningkatan stress oksidatif. Kondisi stres oksidatif dapat menyebabkan kerusakan sel dan stress metabolik dapat menginduksi penyakit degenerative. Beberapa parameter yang sering digunakan untuk mengukur stres oksidatif yaitu MDA (<em>malondialdehyde</em>) dan SOD (<em>super</em><em>oxide</em><em> dismutase</em>) yang bisa ditemukan di darah atau jaringan tubuh. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kadar MDA dan aktivitas SOD pada organ hati tikus dengan defisiensi vitamin D dan kalsium. Penelitian ini menggunakan rancangan pra-eksperimental (<em>pre-experimental</em>) dengan design <em>static group comparison</em>. Sebanyak 12 ekor tikus putih (<em>Rattus novergicus</em>) jantan galur <em>Wistar</em> dibagi menjadi dua kelompok. Kelompok pertama (K+) yaitu kelompok kontrol sehat tanpa diberikan perlakuan apapun dan kelompok kedua (K-) yaitu kelompok defisiensi dengan diberikan pakan tanpa kandungan vitamin D dan kalsium (AIN-93M Termodifikasi (<em>vitamin D and calcium depleted</em>))<em>.</em> Setelah 14 hari perlakuan, dilihat kadar MDA dan aktivitas SOD di jaringan organ hati. Pengukuran kadar MDA menggunakan TBARS (<em>Thiobarbituric acid reactive substances)</em> dan pengukuran aktivitas SOD dengan menggunakan <em>Superoxide Dismutase</em> (SOD) <em>Activity Assay Kit</em>. Hasil penelitian menunjukkan kadar MDA pada kelompok defisiensi (K-) lebih tinggi dibandingkan kelompok kontrol (p&lt; 0.001) dan aktivitas SOD lebih rendah dibandingkan kelompok kontrol (p&lt;0.001). Kadar MDA lebih tinggi dan aktivitas SOD lebih rendah pada kelompok tikus defisieni (K-) dibandingkan kelompok tikus kontrol sehat (K+). Kondisi defisiensi vitamin D dan kalsium meningkatkan kondisi stres oksidatif pada organ hati tikus.</p> Untari, Gemala Anjani, Faizah Fulyani, Reza Achmad Maulana Copyright (c) 2025 JURNAL GIZI DAN KESEHATAN https://jurnalgizi.unw.ac.id/index.php/JGK/article/view/732 Wed, 29 Jan 2025 00:00:00 +0000 The Relationship of Dietary Intake and Nutritional Status to the Risk of Eating Disorders among University Students in Yogyakarta, Indonesia https://jurnalgizi.unw.ac.id/index.php/JGK/article/view/731 <p>Eating disorders are linked to poor nutritional status, often driven by dietary inadequacies such as caloric restriction or unhealthy eating behaviors. A university student was a vulnerable group in terms of susceptible to develop eating disorders. Understanding how dietary intake and nutritional status contribute to eating disorders’ risk is essential. This study aim to examining the relationship between dietary intake, nutritional status, and eating disorders’ risk among university students in Yogyakarta, Indonesia. We conducted a cross-sectional study in June-August 2024, assessing dietary intake via a 24-hour food record and analyzing nutritional status by body mass index (BMI). Eating disorders’ risk was measured using the EAT-26 questionnaire. Results indicated that 90.4% of students had deficient dietary intake, 4.8% low dietary intake, and the rest were moderate and adequate. While 11.9% students were underweight, 52.4% had normal BMI, and the remainder were overweight or obese. Dietary intake did not significanly related with eating disorders’ risk, but nutritional status significantly relateated (p 0.033). In conclusion, most participants had energy intake deficits but dietary intake was not significantly associated to eating disorders’ risk. Nutritional status, however, was significantly associated with eating disorders’ risk, with underweight individuals being particularly vulnerable.</p> Nurina Habibah, Aisyah Novita Amri, Rio Jati Kusuma Copyright (c) 2025 JURNAL GIZI DAN KESEHATAN https://jurnalgizi.unw.ac.id/index.php/JGK/article/view/731 Wed, 29 Jan 2025 00:00:00 +0000